Oleh : Arif El-Sironjie
Buletin Jumat Khoriul Kalam Edisi #5
“Persatuan Pemuda Pasif”, kata itu tertulis di jaket hitam seorang pemuda yang digunakannya untuk sholat shubuh. Tulisannya dicetak dengan jenis huruf arial black, bahkan sepertinya dicetak dengan bold, dibordir dengan benang keemasan, menarik pandangan setiap siapa yang melihatnya, apalagi tulisan itu dicetak tepat di punggung jaket pemuda tersebut, yang tentunya akan terbaca oleh siapa pun yang berdiri tepat di belakangnya.
Hal ini bukan hal yang buruk tentunya, apa lagi jika tulisan itu beridentitaskan sebuah majelis ilmu,
sebuah lembaga pendidikan atau mungkin sebuah lembaga dakwah. Akan sangat efektif mungkin untuk syi’ar bagi lembaga yang bersangkutan. Kemana pun anggotanya pergi, jalan kaki, naik ojek, angkot ataupun kendaraan pribadi tentunya akan terbaca, apa lagi dengan karakter tulisan seperti diceritakan di atas tak perlu menggunakan kacamata apa lagi luv, untuk melihatnya cukup dengan sekilas lirikan saja pastinya sudah terbaca dengan jelas, ditambah dengan background yang sangat kontras dengan
tulisannya.
Namun demikian, di balik dari sisi positif dalam pandangan marketing atau syi’ar tentu akan ada sisi negative yang menyertai. Terutama jika pakaian tersebut digunakan pada saat sholat, tentunya akan mengganggu konsentrasi orang yang sholat di belakang kita, terutama saat sholat berjama’ah, ya kalo
sholat munfarid mungkin tak akan begitu berpengaruh atau mungkin saat kita berjama’ah di shaf paling belakang dan tidak ada yang solat di belakang kita. Terutama pada waktu sholat shubuh yang kebanyakan dan keseringan dari kita, pikiran kita masih di alam mimpi atau bahkan masih membayangkan motor gede yang semalam sempat terbawa mimpi. Atau dalam kasus lain, ketika kita sedang berusaha untuk khusyu’ dalam sholat, tentulah pikiran kita akan semakin mudah terpecahkan ketika ada satu hal saja yang memicu pikiran kita untuk menuju hal lain dari pada yang sedang kita kerjakan (sholat).
Memang sering kali kita menggunakan jaket-jaket tersebut ketika sholat dan tentu tidak ada niatan
untuk memperkenalkan diri, lembaga, institusi, organisasi atau semacamnya. Apalagi jika digunakan ketika sholat shubuh, kita sering menggunakan jaket tersebut guna menghangatkan tubuh kita dari dinginnya udara di kota Bandung ini. Tetapi alangkah lebih baiknya jika kita memilih pakaian yang
lebih layak digunakan ketika sholat. Walau pun memang dalam pandangan fiqih tak ada keharaman khusus untuk menggunakan pakaian bertulis, berlambang, bergambar atau lainnya dalam shalat. Dalam pandangan fiqih, sholat kita akan tetap sah walau pun sholat kita menggunakan pakaian yang demikian, asalkan kita yakin dengan pasti bahwa pakaian itu suci, dan menutup aurat, yang bagi laki-laki meliputi antara pusar sampai dengan lutut, dan bagi wanita seluruh tubuh kecuali telapak tangan dan wajah.
Namun dalam hidup, kita tidak hanya dipandang secara satu sudut pandang keilmuan, banyak bidang
keilmuan lain yang mendukung keutamaan ibadah kita. Dengan demikian, alangkah jauh lebih baik jika
kita menggunakan pakaian yang tidak mengundang orang lain atau mengalihkan perhatian dan konsentrasi orang lain dalam sholat. Bahkan pernah saya mendengar dari salah seorang guru yaitu K.H. Endang Daruquthni, jika kita menggunakan pakaian yang dengan pakaian tersebut dapat menyebabkan orang lain lalai dalam sholatnya, kita sebagai yang mengenakan pakaian tersebut ikut terkena dosanya, karena kita yang menyebabkan orang tersebut lalai dalam sholatnya.
Bahkan dalam suatu keterangan hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori, rohimahullahu ta’ala, Rosulullah pernah bersabda, yang artinya, dari Anas-radhiyallahu ‘anhu- beliau berkata, “Dahulu ‘Aisyah memiliki kain gorden, yang dia gunakan untuk menutupi sisi rumahnya. Maka Nabi -Shollallahu
‘alaihi wasallam- berkata kepadanya, “Jauhkanlah kain itu dariku, sesungguhnya senantiasa gambar-
gambarnya telah mengganggu shalatku.” (HR. Bukhari).
Dengan demikian, kita diisyaratkan menjauhkan segala bentuk gambar, atau hal-hal lain yang dapat mengganggu sholat kita, apa lagi sampai membuat kita lalai dalam sholat kita. Hal ini guna menjaga diri kita agar kita tidak termasuk ke dalam orang-orang yang lalai dalam sholat. Walau pun kita belum sampai pada tingkat khosyi’in, tetapi alangkah jauh lebih baiknya jika kita selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas ibadah kita.
Demikian tulisan ini ditulis untuk menasihati dan mengingatkan diri penulis sendiri, dan mengingatkan
sesama saudara muslim, agar bersama berusaha memperbaiki diri dan berusaha meningkatkan kualitas
ibadah kita. Terimakasih, wallahu a’lamu bisshowabi.
Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.
No responses yet