Di dalam dunia pesantren, terkenal sekali yang namanya kitab Ta’lim Muta’allim. Menurut saya, iniloh kitabnya sang pembelajar sejati. Kenapa, kok saya sebut begitu?
Penasaran? baiklah mungkin sedikit digambarkan maksud saya itu. Kurang lebihnya begini :
Dalam proses belajar, santri biasanya memegang panduan kitab Ta’lim Mu’allim sebagai acuan dalam belajar. Saya masih inget bagaimana dulu saya pernah khatam kitab Ta’lim Muta’allim di kampung halaman saya, bersama dengan seorang Ustadz yang sederhana. Bahkan, ustadz yang mengajar saya adalah ustadz yang kakinya tidak bisa digunakan untuk berjalan. Jadi, beliau kalau mau mengajar harus merangkak atau di gendong dulu atau pakai kursi roda.
Dan bertambah lagi pengalaman bertemu dengan kitab yang luar biasa itu lagi di PPM Miftahul Khoir. Ibarat gelas yang masih kosong, diri saya di berikan lagi air jernih dari kitab itu. Dalam kitab Ta’lim Muta’allim banyak dijelaskan mengenai adab-adab seorang pencari ilmu. Bagaimana hubungannya dengan guru, teman ataupun terkadang ada juga pengkaitan belajar dengan hubungan kepada Allah. Hakikatnya ilmu dari Allah. Jadi, segala aspek belajar pun harus selalu berhubungan dengan Allah.
Hmm, di pesantren juga diajarkan bagaimana (melalui ta’lim muta’llim) sikap seorang murid kepada gurunya. Salah satunya dengan ta’dzim kepada guru, anaknya dan keturunannya. Dalam penggalan kitab itu juga ada nadzhom, “La washola man washola illa bil hormati” …
Artinya kurang lebih begini “Tidak akan sampai orang yang ingin sampai kecuali dengan menghormati guru” ..
Kalau kita mererawang jauh di luar pesantren, banyak orang sukses hanya karena dekat dan hormat kepada gurunya. Dan mereka adalah orang-orang yang berhasil. Kenapa bisa begitu ya?
Sederhananya bukan karena kita taqlid kepada seorang guru, tetapi lebih karena mencintai guru kita sendiri. Alangkah banyaknya dizaman ini yang tidak memperdulikan orang yang berilmu, guru ataupun orang tuanya. (Upss, karena orang tua itu guru kita juga lho). Bahkan, pengaruh orang yang belajar Ta’lim Muta’allim itu bisa di praktekan bukan hanya saja di dalam lingkungan pesantren, tetapi juga bisa di luar pesantren.
Wildan Fuady
No responses yet