Ibadah adalah buah ilmu. Ibadah adalah faidah umur. Ibadah adalah penghasilan para hamba. Ibadah adalah dagangan para wali. Ibadah adalah jalan atqiya (orang yang taqwa). Ibadah adakah bagian orang yang agung. Ibadah adalah maksud para pemiliki cita-cita sejati. Ibadah adalah syi’ar orang–orang yang mulia. Ibadah adalah pekerjaan para tokoh. Ibadah adalah pilihan orang-orang yang pandai dan mengerti. Ibadah adalah jalan kebahagian. Ibadah adalah tangga surga. Allah SWT berfirman :
و أنا ربكم فاعبدون
“Akulah Tuhan kalian, beribadahlah kepada-KU”
إن هذا كان لكم جواء و كان سعيكم مشكورا
“Sungguh ini adalah balasan (pahala) bagi kalian dan jalan kalian itu diterima dan diridhai”
Apabila kita melakukan penelitian terhadap jalan (thariqah) ibadah dari awal (mabadi) sampai ke maksudnya, maka akan kita temukan bahwa ibadah adalah perjalan panjang yang berat. Ibadah penuh tanjakan yang curam dan terjal. Ibadah banyak rintangan dan bahayanya. Ibadah sedikit teman yang menyertainya. Baginda Rasulullah saw menjelaskan,
ألا و إن الجنة حفت بالمكاره و إن النالا حفت بالشهوات
“Surga yang indah dikelilingi hal yang menjengkelkan dan menyebalkan, sedangkan neraka yang mengerikan dikelilingi hal yang menyenangkan hasrat (syahwat)”.
ألا و إن الحنة حزن بربوة و إن النار سهل بشهوة
“Surga melalui kesedihan dan kesukaran, sedangkan neraka melalui kemudahan dan kesenangan”.
Kondisi tersebut disertai keadaan manusia sebagai hamba yang lemah, peradaban yang sulit, kegoncangan agama, kesibukan yang banyak, sedikit waktu luang, amal yang sedikit dan umur yang pendek.
Dalam pada itu, Allah Maha Melihat. Tidak ada satu pun yang lolos dari pengawasan-Nya. Malaikat Raqib dan ‘Atid pun terus menyertai.
Ketaatan yang menjadi bekal ketika telah lewat tidak akan kembali. Siapa yang memperolehnya, maka bahagia selamanya. Siapa yang terlepas, maka rugi dan hancur bersama mereka yang binasa.
Dengan deskripsi seperti itu, jelaslah mengapa hanya sedikit yang menginginkan jalan ini. Dari yang sedikit yang menginginkan, hanya sedikit yang benar-benar menjalaninya. Yang lebih banyak adalah mereka yang hanya menyatakan keinginannya saja.
Dari sedikit yang benar-benar menjalaninya, hanya sedikit sekali yang sampai. Sebagian besar terhenti di tengah jalan. Kebanyakan terpeleset dan celaka.
Mereka yang sampai itulah orang-orang yang istimewa. Merekalah orang-orang yang mulia. Merekalah orang-orang yang terpilih untuk mendapatkan ma’rifatullaah dan mahabbatullaah. Merekalah yang mendapatkan taufiq. Merekalah yang mendapatkan perlindungan. Merekalah yang mendapatkan ridha dan surga Allah SWT.
MINHAJUL ‘IBADAH
Dalam pandangan imam Al-Ghazali qs, perjalanan ibadah adalah harus ditempuh tersusun dari tujuh aqabah (tangga).
Aqabah yang pertama adalah aqabah ilmu dan ma’rifah. Aqabah ini dimulai saat munculnya khathrin samawi (bisikian nurani dari langit) dan taufiq ilahi (petunjuk dan pertolongan Allah). Kedua hal tersebut muncul ketika seorang hamba telah memahami siapa dirinya, berasal dari mana, sedang di mana dan hendak ke mana, sehingga paham harus bagaimana. Inilah saat kesadaran terhadap Tuhan dan kehambaan dirinya.
من عرف نفسه فقد عرف ربه
“Siapa pun yang mengenal dirinya dia mengenal Tuhannya”.
Inilah makna dari firman Allah SWT :
أفمن شرح الله صدره للإسلام فهو على نور من ربه
“…..Siapa yang Allah hatinya untuk Islam, maka ia berada pada cahaya dari Tuhan-Nya”.
Baginda Rosululloh saw menjelaskan :
إن النور إذا دخل القلب انفسح و انشرح
“Sungguh cahaya itu apabila telah memasuki qalbu, maka meluas dan menyebar”.
Adapun ciri-ciri mereka ada tiga. Ciri yang pertama adalah tersadar dari kelalaian dan menjauh dari tipuan duniawi. Ciri yang kedua adalah kembali ke jalan menuju kebaikan akhirat. Ciri yang ketiga adalah memperisapkan diri untuk mati sebelum kematian itu datang.
Selesai di aqabah yang pertama, seorang hamba akan menemukan dirinya penuh dengan kesalahan dan kekhilafan yang menghijab dan menjauhkannya dari Allah. Ia pun memasuki aqabah yang kedua, yaitu aqabah taubat (perbaikan diri).
Setelah melakukan pertaubatan, akan muncul empat ‘awaiq (halangan). Empat halangan itu adalah dunia, khalq, syetan dan hawa nafsu. Keempatnya akan menghadang berusaha menghentikan langkah perjalanan ibadah.
Ketika seorang hamba mampu mengalahkan keempat halangan di aqabah ketiga, maka muncul empat ‘awaaridh (godaan). Kemapat godaan itu adalah rizki, khathir (bisikian-bisikan dalam hati), musibah dan qadha. Keempat menggoda untuk berpaling yang berhenti dari perjalanan tangga ibadah.
Apabila keempat godaan tersebut telah diatasi, maka muncullah dorongan motivatif yang kuat untuk beribadah. Motivasi itu adalah khauf (takut kepada Allah) dan raja (harapan kepada Allah). Ketika seorang hamba berhasil menyeimbangkannya dengan menempatkan kedua motivasi tersebut dengan harmonis dan proporsional, maka ia pun bergerak menuju aqabah selanjutnya.
Mulailah terjadi pengamatan dan penelitian serta penelisikan diri yang luar biasa terhaadap segala yang dilakukan dirinya. Pada aqabah ini, seorang hamba akan menemukan betapa luar biasa kecacatan dan kekurangan yang dia miliki. Jadilah ia betul-betul meresa rendah dan hina di hadapan Allah SWT. Inilah yang disebut aqabah qawadih (mencela diri). Di aqabah ini, seorang hamba sibuk dengan kekurangan dan kecacatan dirinya. Ia tenggelam dalam perbaikan dirinya di hadapan Allah SWT.
Apabila aqabah keenam berlangsung dengan baik, ia akan bergerak menuju aqabah ketujuh. ia akan menyaksikan bahwa segala sesuatu sebenarnya adalah rahmat, karunia, anugerah dan kasih sayang Allah SWT. Di sinilah seorang hamba sampai pada kondisi rasa syukur yang luar biasa, ia sibuk dengan puji dan syukur kepada Allah SWT. Ingatlah, ketika Baginda Rasulullah saw ketika ditanya oleh ibunda ‘aisyah ra mengapa shalat terus sampai kakinya bengkak padahal telah pasti mendapat ampunan Allah, beliau saw menjawab bahwa beliau saw ingin menjadi hamba yang bersyukur.
Mereka yang memasuki aqabah ketujuhlah mereka yang sampai. Merekalah hamba-hamba terpilih yang akan dikarunia paling tidak 40 karamah (kemuliaan) dari Allah SWT.
Wallaahu a’lam.
Ust. Muhammad Yajid Kalam
No responses yet