kegiatan ta'lim ppm miftahul khoir

Hilman 'Imen' MiftahurojakOleh : Ustadz Hilman Miftahurojak, S.Ag. (pengajar kitab ta’lim muta’allim di ppm miftahul khoir)
tulisan ini di muat di Majalah Komunitas Alumni Cipasung edisi IV dalam rubrik Palataran imen (hal. 48)

Majelis Ilmu, tempat yang dengan kita menghormati dan menghadirinya akan menjadi wasilah mendapatkan keridhoan Allah swt. Sebuah majelis yang digunakan untuk mencari ilmu agar bisa beramal dengan benar dan puncaknya adalah mendapatkan ridho Allah swt. Rasulullah saw telah menyebut banyak hadits berkenaan dengan kemuliaan majelis ilmu. Pernah beliau menyebut majelis ilmu sebagai taman surga, jalan menuju surga, tempat malaikat melebarkan sayapnya tanda kerelaan kepada yang hadir di majelis tersebut, tempat Allah menurunkan rahmat dan pengampunannya dan masih banyak sanjungan Rasulullah saw akan kemuliaan majelis tersebut. Hanya orang yang memuliakan majelis ilmu itulah orang yang mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Dan dengan ilmu yang bermanfaat seseorang akan semakin baik dengan sesama dan kepada Allah swt.

Makna memuliakan majelis adalah menyadari dengan hati bahwa semua yang ada di majelis adalah yang akan menghantarkan kita kepada kemuliaan di hadapan Allah swt, artinya menginsyafi tentang siapapun yang ada ditempat itu adalah tim sukses kita menuju ridho Allah swt.

Ini poin utama yang akan kita bahas. Ternyata ada yang lebih penting dari ilmu itu sendiri, yaitu bagaimana adab seseorang terhadap majelis ilmu. Karena ketika sikap asas ini diabaikan seorang penuntut ilmu, menjadi tidak sempurna ilmu yang didapat. Akan terjadi split personality. Kita saksikan hari ini begitu banyak para koruptor ditangkap, padahal mereka mengenyam penddikan tinggi. Maka pertanyaannya adalah, apakah lembaga pendidikan kita saat ini mengajarkan moral kepada anak didiknya?

Pondok pesantren sejak awal berdirinya menyelenggarakan pendidikan yang menyeluruh. Jauh sebelum gembar-gembor tentang pendidikan karakter, pesantren sudah melaksanakannya. Melalui keteladanan seorang kiai, majelis-majelis ilmu yang dibingkai dengan kekhidmatan pada ilmu, dan adab-adab yang diajarkan bagaimana menjadi seorang pembelajar. Hal ini disebabkan para kiai kita amat menginsyafi urgensi adab, moral atau tatakrama yang kedudukannya di atas ilmu. Karena setinggi apapun ilmu seseorang namun tanpa disertai dengan tatakrama tinggi, hanya akan membuat nilai pribadinya tidak berbobot apapun di depan masyarakat.

Sebelum memerhatikan risalah apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, kafir Qurays terlebih dahulu memerhatikan akhlak keseharian Baginda Nabi.

Seorang santri akan lebih mengutamakan ketakdzhimannya kepada kiai. Walaupun dia ikut pengajian, ngantuk atau nundutan saat pengajian, maka dia akan memperoleh ilmunya bisababiyah takdzhim, sebab takdzhim adalah adab dan adab di atas ilmu kedudukannya.

Jika benar tujuan akhir kita adalah mendapatkan keridhaan Allah swt, mari kita meningkatkan adab terhadap semua unsur majelis ilmu, yang menjadi wasilah kita mendapatkan ridhoNya. Karena kita sama-sama yakin, kedudukan adab di atas ilmu.

Categories:

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tweet oleh @mimkho_PPM
× Ada yang bisa kami bantu?