sholat jamaah ppm miftahul khoir

Oleh : Muhammad Anis Al Hilmi
Buletin Jumat Khoriul Kalam Edisi #4

Aku adalah sebuah benda. Bentukku umumnya kotak, kau pasti pernah melihatku, bahkan menyentuhku. Apalagi di hari Jum’at ini. Bisakah kau tebak siapa aku? Ya, aku adalah sebuah kotak yang umum dijuluki “kencleng”. Ukuranku dirancang tidak terlalu besar, mungkin agar mudah dipindahkan, digeser. Di bagian atasku ada sebuah lubang, yang cukup untuk memasukkan beberapa rupiah.

Keberadaanku mungkin menantang kondisi dunia modern. Di mana semua orang perlu mengeluarkan keringat untuk mendapatkan uang. Menantang kenapa? Karena sudah capek-capek mencari uang, kok mau diberikan secara cuma-cuma. Tak heran jika aku yang hanya sebuah kotak tak bisa bicara ini sekedar digeser-geser olehmu, tanpa diisi barang sepeserpun. Atau, mungkin hanya beberapa gelintir receh yang masuk ke dalam lubangku. Itupun kau masukkan dengan cara menutup tanganmu yang lain, entah karena tak ingin riya’ atau justru malu karena terlalu kecil.

Receh yang kau masukkan itu sampai-sampai berbunyi ketika jatuh ke dalam tubuhku. Hal itu menandakan bahwa aku, kotak ini kosong. Jama’ah lainpun tak sempat ingat padaku ketika ia masih di rumah sebelum berangkat menuju masjid. Aku menjumpai uang yang berwarna biru bergambar Gusti Ngurah Rai dimasukkan ke dalam tubuhku, mungkin bisa dibilang sangat jarang sekali. Apalagi yang berwarna merah bergambar dwi-tunggal proklamator RI, Bung Karno dan Bung Hatta yang amat gagah itu.

Sering kali, yang kau masukkan ke dalam tubuhku adalah uang yang bergambar Pattimura, atau Pangeran Antasari. Itupun aku sudah berterima kasih, Alhamdulillah. Seperti kata pengurus DKM, “Semoga apa yang disodaqohkan dibalas dengan nilai yang berlipat”, Aamiin. Ya, meskipun banyak juga yang kertasnya sudah “dipilih”, sudah lecek.

Sedikit klarifikasi, aku tidak sedang mengeluh, lho. Sebagai benda mati, aku hanya ingin mengingatkanmu. Atau mungkin sekedar memberi pertanyaan padamu. Ketika kau ditanya, apakah masjid sebagai pusat syi’ar Islam harus didukung keberadaannya? Kemudian apa jawabanmu? Hampir dipastikan jawabanmu pasti menyatakan kesetujuan. Namun, bagaimana bentuk dukunganmu?

Untuk masalah beli pulsa tiap bulan misalnya, kau bilang Rp 10.000 itu “murah”. Tapi rasanya amat berat ketika harus dimasukkan ke dalam tubuhku. Kalau tidak salah, aku mendengar dari para ajengan, para ustadz menyampaikan bahwa Allah Swt. Berfirman :”(yaitu) orang-orang yang berinfaq baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat ihsan.” (QS. Ali Imran: 134).

Kiai Cholil Bisri mengartikan “ihsan” sebagai melakukan sesuatu hal (kebaikan) melebihi apa yang diwajibkan. Jadi, orang yang “ringan” dalam menyisihkan sebagian hartanya selain dari yang wajib, misalkan zakat, berarti orang tersebut sudah termasuk dalam level “ihsan”. Dan kembali ke ayat tadi, “…Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat ihsan.”

Maafkan diriku bila telah lancang “bicara” padamu, aku hanya sebuah kotak kecil. Sekali lagi maaf. Dan aku, akan selalu menantimu, paling tidak di hari Jum’at minggu depan. Aku menantimu, sampai entah kapan badanku rusak dan tak layak lagi digunakan. Wassalam.

Categories:

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tweet oleh @mimkho_PPM
× Ada yang bisa kami bantu?